Studi kasus dan wawancara bersama Lin San Qui dan Sri Setiawati
Mungkin
Pribahasa sudah jatuh tertimpa tangga mungkin layak ditujukan kepada para
pekerja informal yang menjaga orangtua atau yang biasa dipanggil Amak atau
Akong. Bagaimana tidak sudah gaji dibawah rekan-rekannya yang bekerja di sektor
formal, mereka harus mengalami eksploitasi beban pekerjaan yang berlebihan. Jam
kerja yang lebih dari 12 jam, jam istirahat yang kurang dari 8 jam dan jenis
pekerjaan yang lebih dari satu. Hal ini membuat banyak pekerja informal yang
harus dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit kanker dan penyakit lainnya.
Salah satunya adalah Ninik Sumiyati. Wanita
asal Surabaya ini harus merasakan pahitnya kehidupan kerja dinegeri orang
dengan menderita penyakit tumor. Kejadian ini berawal pada tiga tahun yang lalu
dimana Ninik mengalami datang bulan. Tidak seperti biasanya dia harus mengalami
sakit yang luar biasa dan tidak bisa buang angin. Tetapi keanehan ini hanya
dianggap angin lalu oleh wanita berumur 39 tahun ini. Dia tetap bekerja seperti
biasanya. Hingga pertengahan bulan maret dia merasakan sakit yang luar biasa
dan dibawa ke Rumah Sakit Cathay General Hospital, Taipei.
Di
Rumah sakit tersebut, wanita yang memiliki satu ini sangat kaget. Diagnosa
dokter menyatakan dia terkena penyakit tumor . didalam tumbuhnya telah tumbuh
tumor sebesar 2 cm didalam kandungan dan 5 cm diluar kandungan. Dokter menyatakan
harus segera dioperasi agar tidak menjalar kemana-mana. Selang 1 hari setelah
pemeriksaan, dia menjalani operasi dan rawat inap selama empat hari pasca
operasi. Ternyata penderitaan tidak sampai disitu, pasca operasi dia harus
terkejut dengan biaya pengeluaran yang harus dibayar oleh dirinya lebih dari
26ribu.
Hal
yang sama juga dialami oleh Sulasgiyem. Wanita berumur 32 tahun ini harus
merasakan sakitnya terkena penyakit kanker. Selain harus merasakan sakitnya
penyakit kanker ini, Sulasgiyem juga harus merasakan kepedihan karena harus
membayar sendiri biaya operasi dan rawat inap . Di Rumah sakit tersebut,
Sulasgiyem sangat kaget. Dokter menyatakan harus segera dioperasi agar tidak
menjalar kemana-mana. Selang 1 hari setelah pemeriksaan awal dia menjalani
operasi dan rawat inap selama lebih dari 3 minggu. Ternyata penderitaan tidak sampai disitu,
Sulasgiyem harus rela diberi majikannya uang sebesar 2 ribu untuk hidupnya
selama lebih 3 minggu di rumah sakit ini
Hal
ini dikarenakan baik majikan ataupun agency tidak mau menanggung pengobatan
ini. Berkaitan
dengan adanya peristiwa diatas pada hari Selasa 7 Mei lalu, Hakun Marta (IS)
mencoba mewawancarai Lin San Que Direktur
Bureau of Employment and Vocational Training Council of Labour Affair (BEVT)
yang merupakan bagian yang mengurusi ketenagakerjaan di CLA di kantornya lantai
3 Datong dist, Taipei. IS mencoba menanyakan tentang permasalahan diatas. Orang
nomer 1 di BEVT ini menjawab ada 2 kriteria dari penyakit yang salah satunya
merupakan tanggung jawab dari majikan. Apabila penyakit timbul selama BMI
berada di jam kerja atau karena resiko pekerjaannya itu mertupakan tanggung
jawab majikan atau laobannya, sedangkan penyakit yang timbul diluar kerja dan
karena kesalahan personal BMI itu murni tanggung jawab BMI yang bersangkutan.
Permasalahan BMI yang sakit kanker dan tumor yang dialami oleh Sulasgiyem dan
Ninik diatas, mutlak perlu adanya pemerikasaan medis. Apabila penyakit tersebut
timbul karena resiko pekerjaannya, maka itu mutlak majikan atau agency yang
harus menanggungnya. Apabila dirawat di rumah sakit selama
sebulan masih mendapatkan gaji 50% dari Gaji yang biasa diterima setiap
bulannya.
Selain itu kami juga mewancarai Kepala Bidang Ketenagakerjaan
KDEI Taipei Sri Setiawati (SS) di kantornya lantai 6 Twin Head Building di
bilangan Neihu District, Rui Guang Rd 550 tanggal 9 Mei lalu. Lulusan Master
Adelaide Australia sependapat dengan direktur BEVT. Sri mengatakan mestinya itu
tanggung jawab majikan seperti yang tertera didalam kontrak kerja dan agent
yang menerima uang servis dari TKI setiap bulannya. Apabila majikan dan agency tidak
kuat dengan biaya pengobatan TKI yang bersangkutan, maka bisa melaporkan ke
pemerintah Taiwan atau Indonesia. Diharapkan dengan adanya informasi ini para
BMI semakin mengetahui haknya, sehingga kedepannya apabila tertimpa musibah
yang disebabkan kecelakaan kerja maka sudah sepantasnya majikan yang menanggung
bukan BMI yang bersangkutan (HM).
Comments
Post a Comment